PURWOKERTO – Suguhan puisi, tari dan lukis sulap cukup mewarnai pada event pameran Sastra Rupa Babad Banyumas di Hetero Space Rabu 22 Oktober 2025.
Pameran Sastra Rupa Babad Banyumas yang diinisiasi Nasirun PurwOkartun itu melibatkan puluhan pelukis yang tergabung dalam Ikatan Pelukis Banyumas ( IPB).
Sanggar Senin Samudra merupakan salah satu pihak yang turut ambil bagian mengisi acara. Suguhan puisi dan tari rupanya cukup menyita perhatian pengunjung yang didominasi para siswa dan mahasiswa.

Sanggar seni Samudra yang berkolaborasi dengan RKWK mampu menyuguhkan atraksi tari yang apik. Tari yang berkisah babad Bamyumas itu juga diisi dengan adegan adegan epik yang seolah membawa penonton masuk dalam suasana kolosal.
Tak hanya itu, lukis sulap yang dilakukan dengan mata tertutup juga cukup menjadi perhatian. Meski mata tertutup kain dan plat stainless steel, namun sang pelukia berhasil menuangkan lukisan tanpa kesulitan.
” Kami menjadi bagian yang ikut meramaikan acara, ini kesempatan yang baik untuk berkolaborasi bersma para seniman banyumas lainya, ” ujar Pembina Yayasan Sanggar Seni Samudra Yoga Bagus Wicaksana.

Dari Sastra ke Rupa, Seniman Banyumas Hidupkan Kembali Keluhuran Leluhur
Pameran ini berangkat dari gagasan NasSirun PurwOkartun, penulis yang telah menekuni naskah Babad Banyumas sejak 2014 dan menerbitkan lebih dari 100 buku bertajuk Serial Babad Banyumas. Ia menyebut, pameran ini bukan sekadar peristiwa seni, tetapi sebuah upaya menghidupkan kembali nilai-nilai luhur para leluhur Banyumas.
“Para leluhur dengan segala keluhurannya harus menjadi role model pembentukan manusia Banyumas yang khas. Melalui pameran ini, kita diingatkan agar tidak kehilangan jati diri,” ujar NasSirun.
Dari Sastra Menjadi Rupa
Inspirasi pameran ini bermula dari Pameran Sastra Rupa Gambar Babad Diponegoro yang digelar di Jogja Gallery pada 2019 dan 2024. Dalam pameran tersebut, pupuh dalam naskah Babad Diponegoro dialihwahanakan menjadi karya lukisan.
“Sejak melihat pameran itu, saya terinspirasi. Saya berpikir, mengapa Babad Banyumas tidak dibuat hal serupa? Saya kemudian mengajak teman-teman pelukis Banyumas untuk bersama-sama mengangkat warisan leluhur ini ke dalam seni rupa,” jelas NasSirun.
Ajakan itu akhirnya mendapat sambutan hangat dari Zein Muhammad, Ketua IPB, beserta puluhan seniman muda Banyumas. Setelah melalui proses yang panjang, karya-karya visual yang terinspirasi dari naskah Babad Banyumas kini lahir dalam bentuk pameran yang memadukan sastra dan rupa.
Menurut NasSirun, Babad Banyumas bukan hanya sekadar kisah sejarah, melainkan juga cermin moral dan spiritual masyarakat Banyumas. “Akan menarik kalau Babad Banyumas bukan hanya dibaca teks sastranya saja, tapi juga dinikmati melalui seni rupanya. Dengan begitu, nilai-nilainya bisa lebih mudah dicerna dan diapresiasi,” ujarnya.
Bagi para seniman, pameran ini menjadi ruang untuk menafsir ulang kisah para tokoh seperti Adipati Mrapat, Joko Kaiman, hingga Tumenggung Banyumas dalam bahasa visual. Setiap lukisan menjadi jendela menuju masa lampau, sekaligus refleksi jati diri orang Banyumas masa kini.
“Selamat berpameran, teman-teman seniman lukis Banyumas. Selamat berbahagia. Semoga dari Babad Banyumas, kita menemukan kembali siapa diri kita, ” ungkapnya.

Beberapa lukisan yang dipajang diantaranya karya Amran Rustilo, tentang pelarian Raden Baribin sampai ke Pasir Luhur
Dengan media Acrylic di atas kanvas, Ukuran 90×70 cm, tahun 2025 lukisan tersebut mendeskripsikan salah satu anggota keluarga raja Majapahit, Raden Baribin jiwanya terancam akan dibunuh oleh saudara-saudara yg lain yg berambisi merebut kekuasaan. Untuk itu ia lari bersama beberapa pengikutnya kr arah barat.
Dan setelah beberapa waktu ditempuh, sampailah mereka di Kadipaten Pasirluhur di Wilayah Selarong (Banyumas). Rombongan mereka diterima baik dan dilindungi serta diminta menetap di daerah ini.







