Berita Terbaru Seputar Purwokerto dan Banyumas Sekitarnya
  • Terbaru
  • Banyumasiana
  • Pilihan
Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
Berita Terbaru Purwokerto dan Banyumas Raya
  • Terbaru
  • Banyumasiana
  • Pilihan
Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
Berita Terbaru Purwokerto dan Banyumas Sekitarnya

Dari Resolusi Jihad ke Nasionalisme: Ketika Ashabiyyah Santri Menjaga Negara

Penulis Tim Redaksi
Rabu, 22 Oktober 2025
Topik Sejarah, Topik
A A

Oleh: Prof. Dr. Kholid Mawardi, M.Hum*
– Guru Besar dan Wakil Dekan Fakultas Ushuludin, Adab, Humaniora, UIN Saizu Purwokerto

Bangsa Indonesia lahir dari rahim perjuangan yang tidak hanya bersifat politik dan militer, tetapi juga spiritual dan moral. Salah satu momentum paling penting dalam sejarah tersebut adalah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, ketika KH. Hasyim Asy’ari menyerukan kewajiban mempertahankan kemerdekaan sebagai bentuk ibadah dan cinta tanah air. Seruan ini melahirkan gelombang perlawanan rakyat, terutama dari kalangan santri dan pesantren, yang kemudian menjadi penopang berdirinya negara yang baru lahir, Republik Indonesia.

Dalam kerangka teori sosial klasik, peristiwa tersebut dapat dibaca melalui konsep ʿashabiyyah dari Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan sosiolog Muslim abad ke-14. Melalui kacamata ʿashabiyyah, perjuangan santri tidak hanya merupakan tindakan keagamaan, tetapi juga ekspresi solidaritas sosial yang membentuk identitas kolektif dan kekuatan moral bangsa.

BacaJuga

Koperasi UBSK Kewasen, Model Pemberdayaan Ekonomi Desa dari PLTU Cilacap

Indosat Ooredoo Hutchison Catat Laba Naik 29,1% di Kuartal III 2025, Dorong Transformasi Digital Berbasis AI

Ibnu Khaldun menjelaskan dalam karyanya al-Muqaddimah bahwa ʿashabiyyah adalah ikatan sosial dan solidaritas kelompok yang menjadi fondasi terbentuknya kekuasaan politik dan negara (dawlah). Sebuah komunitas akan bertahan dan berkembang apabila memiliki semangat persaudaraan yang mempersatukan mereka dalam tujuan bersama. Tanpa ʿashabiyyah, negara akan tercerai-berai dan kehilangan daya hidup. Ia menulis: “Sesungguhnya kekuasaan tidak akan tegak tanpa solidaritas kelompok; dan solidaritas itu adalah rahim yang menyatukan manusia dalam satu tujuan.”

Ketika KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, bangsa Indonesia masih sangat rapuh. Proklamasi kemerdekaan baru dua bulan berlalu, sementara pasukan Sekutu dan NICA berupaya kembali menguasai tanah air. Dalam situasi krisis tersebut, ʿashabiyyah kultural kaum santri menemukan momentumnya. Pesantren, sebagai lembaga keagamaan tradisional, memiliki jaringan sosial yang kuat. Kiai menjadi figur pemersatu, dan ajaran agama menjadi bahasa moral yang mudah dipahami rakyat. Ketika fatwa jihad diumumkan, ribuan santri bangkit bukan karena panggilan politik, melainkan karena keyakinan iman bahwa membela tanah air adalah bagian dari membela agama. Inilah bentuk konkret ʿashabiyyah kultural — solidaritas berbasis nilai dan keyakinan yang menggerakkan komunitas.

Menurut Ibnu Khaldun, kekuatan ʿashabiyyah yang sehat akan berkembang menjadi kesadaran kolektif yang lebih luas, melampaui batas-batas kelompok. Dalam konteks Indonesia, semangat jihad kaum santri berkembang menjadi solidaritas nasional yang menyatukan beragam etnis, agama, dan budaya dalam satu tujuan: mempertahankan kemerdekaan. Transformasi ini menandai peralihan dari ʿashabiyyah kultural ke ʿashabiyyah nasional — dari kesetiaan kepada komunitas keagamaan menuju kesetiaan kepada bangsa.

Nilai-nilai pesantren seperti keikhlasan, keberanian, kesederhanaan, dan cinta tanah air menjadi unsur moral bagi nasionalisme Indonesia yang religius dan humanis. Dengan demikian, Resolusi Jihad bukan hanya peristiwa keagamaan, tetapi juga titik lahirnya nasionalisme religius Indonesia, sebuah nasionalisme yang tidak bertentangan dengan iman, tetapi justru berakar darinya.

Penetapan Hari Santri Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 merupakan bentuk pengakuan negara terhadap peran ʿashabiyyah santri dalam sejarah kebangsaan. Namun, polemik yang muncul — seperti kekhawatiran adanya dikotomi antara santri dan non-santri — menunjukkan bahwa tantangan bangsa kini adalah menjaga keseimbangan antara identitas kultural dan persatuan nasional. Ibnu Khaldun mengingatkan bahwa ketika ʿashabiyyah berubah menjadi fanatisme sempit, ia akan menghancurkan negara yang dibangunnya sendiri.

Oleh karena itu, semangat Hari Santri harus dipahami bukan sebagai penguatan identitas kelompok, melainkan sebagai perayaan nilai-nilai universal pesantren: cinta damai, gotong royong, dan semangat pengabdian kepada bangsa. Resolusi Jihad adalah wujud ʿashabiyyah dalam makna terdalamnya — semangat solidaritas sosial yang menghidupkan sebuah bangsa. Dari pesantren-pesantren di Jawa, lahir gelombang moral yang menjalar ke seluruh penjuru negeri dan meneguhkan NKRI yang baru lahir.

Hari ini, tugas generasi penerus bukan hanya mengenang peristiwa 22 Oktober, tetapi menumbuhkan kembali ʿashabiyyah nasional — semangat kebersamaan yang berakar dari nilai kultural, namun berorientasi pada kemanusiaan universal.

BagikanBagikanPinBagikanBagikanKirim
Sebelumnya

Semangat Kritis dan Kolaboratif Warnai Pembukaan NUDC–KDMI 2025 di Unsoed

Selanjutnya

Selamat! Bahas Komunikasi Politik NU-Muhammadiyyah. Dosen Fakultas Dakwah UIN Saizu, Turhamun Raih Gelar Doktor

Sorotan

Longsor Sirampog Rusak 100 Rumah: Ahli Geologi Ungkap Risiko Tinggi dan Rekomendasikan Relokasi

Retoran Alam di Di dekat Purwokerto dan Baturraden

Rekomendasi Restoran dengan Nuansa Alam di Sekitar Purwokerto dan Baturraden

Ngapak Selatan (Paksel) : Cerita di Balik Dialek yang Jadi Identitas Budaya

Populer Minggu ini

Bukan Hanya Olah Raga, Namun Olah Rasa Menjadi Perhatian SMK SPM Nasional Pelayaran Purwokerto

Warga Purwokerto Rugi Rp 3 Miliar Ditipu Rekan Sendiri

Kolaborasi Humanis: Kejari Banyumas, Unsoed dan Yayasan Tribhata, Perjuangkan Hak Korban Kekerasan Seksual

Pilihan Pembaca

Purwokerto Ke Jogja Berapa Jam

Purwokerto Ke Jogja Berapa Jam? Ini Jawabannya!

Apakah Banyumas termasuk Purwokerto

Apa Bedanya Purwokerto dan Banyumas? Ini Penjelasannya!

Sambut Harlah Ke-91, Ansor Banyumas Marathon Ziarah dan Sowan Masyayikh

  • Profil
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat Ketentun
suarabanyumas.co.id ©2025 

Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
  • Terbaru
  • Banyumasiana
  • Pilihan

suarabanyumas.co.id ©2025 

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In