BANYUMAS — Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas mengikuti kegiatan Sosialisasi Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang digelar secara Zoom Meeting dari Mabes Polri, Rabu (5/11/2025). Kegiatan ini diikuti dari Ruang Command Center Parama Satwika Polresta Banyumas.
Kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh Kasie Hukum Polresta Banyumas, AKP Agus Sasongko, SH, bersama sejumlah personel Polresta Banyumas. Turut hadir pula Ketua DPC Peradi SAI Purwokerto, H. Djoko Susanto, SH, serta puluhan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma (Unwiku) yang tengah menjalani magang di Polresta Banyumas.
AKP Agus Sasongko menjelaskan bahwa mulai 2 Januari 2026, KUHP baru akan resmi diberlakukan di seluruh Indonesia.
“Mudah-mudahan dengan diberlakukannya KUHP yang baru nanti, akan memberikan nuansa hukum yang lebih segar, modern, dan tentu berguna bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Menurut Agus, kegiatan ini menjadi langkah awal penting bagi seluruh jajaran kepolisian untuk memahami perubahan substansial dalam sistem hukum pidana nasional.
Dorongan dari Praktisi Hukum: Penegak Hukum Harus Siap Beradaptasi
Ketua DPC Peradi SAI Purwokerto, H. Djoko Susanto, SH, menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga penegak hukum dalam menghadapi penerapan KUHP nasional.
“Seluruh instansi penegak hukum wajib segera menyelenggarakan pelatihan dan sosialisasi secara luas. Pemahaman terhadap norma dan ketentuan baru sangat penting agar penerapan hukum berjalan profesional, humanis, dan berkeadilan,” kata Djoko.
Ia menambahkan, memahami KUHP baru bukan sekadar tugas administratif, tetapi bagian dari modernisasi wajah penegakan hukum Indonesia.
Tantangan Implementasi dan Masa Transisi Menuju 2026
Meski telah disahkan, KUHP nasional masih berada dalam masa transisi tiga tahun sebelum resmi diterapkan pada awal 2026. Dalam masa ini, aparat penegak hukum dituntut untuk menyesuaikan diri dari sistem hukum lama yang masih berorientasi kolonial menuju sistem hukum nasional yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Selama periode transisi ini, Polri perlu menyesuaikan SOP penyidikan, Kejaksaan melakukan revisi pedoman penuntutan, dan Mahkamah Agung menyusun yurisprudensi baru agar selaras dengan filosofi KUHP Nasional.
Jika adaptasi tidak berjalan baik, risiko ketidakpastian hukum dan gangguan proses peradilan bisa terjadi—seperti yang kerap muncul dalam penerapan undang-undang baru.
KUHP Nasional diharapkan menjadi tonggak pembaruan hukum pidana Indonesia—menggantikan sistem peninggalan kolonial dengan hukum yang berpihak pada keadilan sosial, kemanusiaan, dan budaya bangsa.
“Masa transisi ini menjadi ujian bagi seluruh aparat penegak hukum untuk menunjukkan komitmen menghadirkan wajah hukum yang adil, humanis, dan berbudaya,” tutup Djoko.








