BANYUMAS – Kasus dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang menimpa Adhi Cahya Purwanto, eks karyawan PT Yakespena—perusahaan yang disebut sebagai anak usaha Pertamina—menjadi sorotan publik.
Ayah Adhi, Heru Harjianto, melaporkan persoalan ini kepada anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, Asfirla Harisanto, pada Jumat malam (21/8). Dalam pertemuan tersebut, Asfirla menemukan sejumlah kejanggalan, terutama terkait status kepegawaian Adhi.
“Menurut saya ini sudah nggak benar. Dari surat-surat yang saya baca, statusnya karyawan tetap, tapi kok disebut kontrak? Ini perlu dipertanyakan,” tegas Asfirla.
Selain itu, ia menilai alasan PHK yang didasarkan pada masalah absensi tidak masuk akal. Sistem absensi yang digunakan PT Yakespena disebut menggabungkan fingerprint dan manual, namun justru menimbulkan kebingungan.
“Masalah absensi itu bukan alasan untuk langsung memecat. Kalau ada pelanggaran berat, seperti mencuri atau merugikan perusahaan, itu baru bisa,” tambahnya.
Asfirla juga menyoroti kejelasan status PT Yakespena, apakah benar merupakan anak perusahaan resmi Pertamina atau hanya mitra kerja. Hal ini dianggap penting untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab dalam hubungan kerja dengan karyawan.
“Kalau memang anak perusahaan, maka harus jelas siapa yang bertanggung jawab menggaji. Jika Pertamina, maka Adhi seharusnya karyawan Pertamina. Tapi kalau rekanan, penanganannya berbeda,” ujarnya.
Sementara itu, mediasi kasus ini telah dilimpahkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Cilacap sebagai pihak yang memiliki kewenangan, sedangkan Disnaker Provinsi Jawa Tengah hanya berperan sebagai pendamping.
DPRD Cilacap Harus Lebih Peka
Pengamat kebijakan publik, Eddy Wahono, menilai penanganan kasus ini harus berpijak pada lokasi kejadian, yakni di Cilacap. Menurutnya, DPRD dan Disnaker setempat perlu lebih peka terhadap aspirasi masyarakat.
“Persoalan ini menjadi tanggung jawab Disnaker dan DPRD Kabupaten Cilacap. Mereka harus lebih bisa mendengar dan menyerap aspirasi warga yang dirugikan,” ucap Eddy.
Ia juga menegaskan bahwa PHK tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa dasar yang jelas serta tanpa prosedur administratif seperti pemberian Surat Peringatan (SP) bertahap.
Lebih lanjut Eddy Wahono mengungkapkan pihaknya juga mendorong untuk dilakukan mediasi tiga pihak untuk mencari solusi yang tepat.
Dalam kesempatan tersebut Eddy Wshono juga betpesan kepada pihak keluarga agar senantiasa melakukan self correction sehingga bisa ditempuh win win solution, atau jalan tengah yang dapat diterima kedua belah pihak.
Adhi Cahya Purwanto diketahui mulai bekerja di lingkungan Pertamina sejak 2012. Namun, pada 21 Mei 2024, ia diduga diberhentikan sepihak oleh tanpa pemberitahuan maupun surat teguran terlebih dahulu.
Pihak keluarga mengaku tidak pernah menerima SP, peringatan lisan, ataupun kesempatan mediasi. Karena itu, mereka menempuh jalur pengaduan melalui DPRD dengan harapan kasus ini dapat diselesaikan secara adil.