PURWOKERTO – Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konvensi Nasional Ke-XVI Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) tahun 2025. Forum ilmiah bergengsi ini digelar pada 27–30 Oktober 2025 di Hotel Aston Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Dengan mengusung tema “Dari Lokal ke Global: Merumuskan Kembali Kepentingan Lokal dan Tanggung Jawab Global Indonesia dalam Dunia Kontemporer”, konvensi ini mempertemukan 206 peserta dari 64 perguruan tinggi di seluruh Indonesia — mulai dari akademisi, peneliti, praktisi, hingga mahasiswa Hubungan Internasional.
Pembukaan konvensi berlangsung meriah dengan sentuhan budaya Banyumas — mulai dari calung, lengger, hingga barongsai — yang menyemarakkan suasana dan memperkenalkan kekayaan budaya lokal kepada para peserta dari berbagai daerah.
Selain menjadi forum strategis kebijakan luar negeri, konvensi ini juga menjadi ajang promosi potensi daerah dan penguatan peran perguruan tinggi daerah dalam percaturan pemikiran global.
Konvensi Nasional AIHII merupakan agenda tahunan yang membahas isu-isu global, memperkuat jejaring akademik, serta memberikan rekomendasi bagi arah politik luar negeri Indonesia yang lebih inklusif, adaptif, dan berbasis kajian ilmiah.

Forum Strategis Bahas Kepentingan Nasional
Rektor Unsoed, Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc.Agr, menyampaikan apresiasi atas kepercayaan AIHII yang menunjuk Unsoed sebagai tuan rumah. Ia menilai forum ini sangat strategis dalam memperbarui wawasan sekaligus memperkuat jejaring akademik di bidang hubungan internasional.
“Forum ini penting untuk memperbarui pemahaman terhadap dinamika hubungan luar negeri yang berkembang sangat cepat. Apalagi dalam kepemimpinan Pak Prabowo, kebijakan luar negeri Indonesia menjadi semakin dinamis,” ujar Prof. Akhmad saat konferensi pers, Senin (28/10/2025).
Menurutnya, kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang akademik, tetapi juga wadah memperkuat silaturahmi antaruniversitas dan memperkokoh organisasi AIHII.
“Selain sebagai ajang ilmiah, kegiatan ini memperkuat organisasi AIHII dan mempererat jejaring antaruniversitas,” tambahnya.
Akademisi Dorong Diplomasi Berbasis Kajian Ilmiah
Ketua Dewan Pakar AIHII, Widya Setiabudi, menekankan pentingnya forum ini sebagai wadah rekomendasi kebijakan luar negeri berbasis riset akademik.
“Kebijakan luar negeri tidak cukup berdasarkan intuisi atau praktik, tetapi harus didukung referensi akademik yang kuat. Akademisi Hubungan Internasional memiliki peran besar dalam melengkapi mozaik pengambilan keputusan politik luar negeri,” jelas Widya.
Ia menegaskan, prinsip politik luar negeri bebas aktif yang diwariskan para pendiri bangsa masih relevan, namun perlu diterjemahkan ulang sesuai konteks global masa kini.
“Founding fathers kita sudah tepat merumuskan kebijakan bebas aktif. Namun implementasinya harus disesuaikan dengan dinamika geopolitik global,” tambahnya.
Dari sisi pemerintah, Yosep T. Tutu dari Badan Kebijakan Politik Luar Negeri Kementerian Luar Negeri, menyoroti posisi Indonesia sebagai middle power di tengah persaingan kekuatan besar dunia.
“Kekuatan Indonesia ada pada diplomasi. Pemerintah harus pandai memainkan posisi agar mendapat keuntungan optimal di antara kepentingan global,” ujarnya.







