SERAHKAN BUKU: Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi menyerahkan Buku ‘’Kiai Darodji Nguwongke Uwong’’ karya wartawan Suara Merdeka Agus Fathuddin Yusuf kepada Kepala Kanwil (RCEO) Bank Syariah Indonesia (BSI) Jateng Ficko Hardowiseto di Ballroom Masjid Raya Baiturrahman, Simpanglima Semarang, Minggu malam (31/8).
SEMARANG – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, Minggu 31 Agustus 2025 lalu genap berusia 85 tahun. Karena sedang dalam suasana prihatin situasi demo dan kerusuhan di bebeberapa daerah, tasyakuran dilaksanakan secara sederhana di Ballroom Masjid Raya Baiturrahman, Jalan Pandanaran 126, Simpanglima Semarang.
Tasyakuran dihadiri Ketua Bidang Pendidikan Masjid Raya Baiturrahman Prof Dr KH Ahmad Rofiq MA, Ketua Takmir Dr Multazam Ahmad, H Nawawi SH, Bendahara Umum H Agus Sumartono, para karyawan di lingkungan Masjid Raya Baiturrahman dan Kepala Kanwil (RCEO) Bank Syariah Indonesia (BSI) Jateng Ficko Hardowiseto.
Diawali dengan shalat maghrib berjamaah dan pembacaan doa khatmil Qur’an. Kiai Darodji yang juga Ketua Baznas Jateng kemudian memotong tumpeng diiringi lagu ‘’Mabruk Alfa Mabruk’’ diserahkan kepada Mubaligh Kondang Dr KH Ardja Imroni dan Kepala Kanwil (RCEO) Bank Syariah Indonesia (BSI) Jateng Ficko Hardowiseto. Ketua Umum Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam (YPKPI) Masjid Raya Baiturrahman Jawa Tengah itu juga menyerahkan Buku ‘’KH Darodji Nguwongke Uwong’’ karya Wartawan Suara Merdeka Agus Fathuddin Yusuf kepada Ficko Hardowiseto dan Dr KHM Saifuddin, dosen FAI Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang.
Dalam pidato singkatnya, Kiai Darodji mengakui punya banyak kelemahan termasuk salah satunya sulit menolak. ‘’Saya hampir-hampir tidak ingat tanggal lahir. Tetapi oleh para pengurus Masjid Baiturrahman dipaksa tasyakuran. Saya tentu sulit menolak walaupun dalam jam yang sama saya diundang Pak Gubernur di Wisma Perdamaian Tugumuda untuk berdoa bersama,’’ katanya.
Dia membocorkan rahasia panjang usia dan hidup sehat lengkap dengan resep-resepnya. ‘’Salah satunya seperti iklan rokok, yang penting happy. Happy buat diri sendiri maupun untuk orang. Haditsnya khairunnas anfa’uhum linnas, selalu berusaha bermanfaat bagi orang lain,’’ jelasnya sambil tertawa. ‘’Buat orang lain gembira, bantu menyelesaikan persoalannya. Kuncinya nguwongke uwong,’’ tuturnya didampingi istri tercinta Nyai Hj Musbandiyah.
Sosok Penting
Prof Dr KH Ahmad Rofiq MA mengatakan, bagi masyarakat Jawa Tengah Kiai Darodji tidak hanya sebagai sosok pimpinan umat, Ketua Umum MUI, Ketua Baznas Jateng dan lain-lain lebih dari itu dia adalah uswatun khasanah.
Rofiq menambahkan, meski kini menginjak umur yang ke-85 tahun, namun energi dan sumbangsih Kiai Darodji bagi masyarakat di Jawa Tengah sangat terasa, hal tersebut tercermin dari aktivitasnya yang sangat padat baik sebagai guru, kiai dan juga Ketua Umum MUI Jawa Tengah
“Di umur yang ke-85 energi beliau masih luar biasa untuk berkhidmah untuk umat, barakallah Pak Kiai Darodji, inspirasi kita semua,’’ katanya.
Layak Masuk MURI
Dalam perjalanan kariernya, Kiai Darodji sesungguhnya layak masuk Museum Record Republik Indonesia (MURI). Sejak jadi PNS kali pertama tahun 1966 hingga pensiun 1997 dan hingga sekang, tidak pernah sekalipun tidak menjabat. Diawali 1966 menjadi PNS sekaligus Direktur Sekolah Persiapan (SP) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga di Semarang 1966-1973.
Menurut penuturan Kiai Darodji, dia lahir di Jl Raden Patah, dekat Kawasan Kota Lama, Kampung Gedong Bobrok (kini Gedongsari), Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang pada 31 Agustus 1940 M. Tahun ini bila dihitung berdasarkan kalender Masehiyah Kiai Darodji berusia 85 tahun. Menurut Ahli Falak Prof Dr H Ahmad Izzuddin MAg, bila dihitung dengan kalender Hijriyah tanggal 27 Rajab 1359 H, beliau berusia 88 tahun lebih.
Wartawan Suara Merdeka Agus Fathuddin Yusuf dalam buku ‘’KH Darodji Nguwongke Uwong’’ menulis
Ayah kandung Kiai Darodji, KH Badruddin Honggowongso masih berdarah biru trah Keraton Solo. Namun Kiai Badruddin menanggalkan gelar ‘’Raden’’ dalam penyebutan namanya. Ibu kandungnya Hj Umiyati biasa dipanggil Bu Mi, ibu rumahan biasa yang mendampingi suami dan membesarkan anak-anaknya.
Darodji anak nomor dua dari delapan bersaudara. Berturut-turut dari nomor satu hingga delapan, Ahmadu Hidjan (pensiunan guru tinggal di Solo), Ahmad Darodji, Ahmad Wasi’ (meninggal saat masih kecil), Dra Nurul Jazimiyah (pensiunan PA di Solo), Syahlan (tinggal di Salatiga), Prof Dr Hj Nur Uhbiyati (guru besar PAI UIN Walisongo Semarang), Drs Ahmad Dzulkarom (meninggal usia 35 tahun di Solo) dan Dra Nur Saidah (pensiunan Dinas Sosial Kota Semarang.
Mbah Badruddin, adalah santri alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan dan Pondok Pesantren Jamsaren Solo. Pada masanya termasuk ulama yang visioner, berpikiran jauh ke depan melewati zamannya. Tahun 1927-1929, dia bersama KH Thoyib Thihari mendirikan Madrasah Al-Khoriyah, Bulu, Kota Semarang. Lembaga pendidikan itu masih berjalan hingga sekarang.
Dia masuk Sekolah Rakyat (SR) Al-Islam Solo. Mungkin karena sebelumnya sudah dididik oleh Kiai Badruddin, di kelas Darodji melompat dari kelas I tidak naik kelas II tapi langsung melompat ke kelas III. Dari kelas III kemudian tidak ke kelas IV tapi langsung kelas V dan akhirnya lulus SR tahun 1956. Selanjutnya masuk SMP Tjokroaminoto, Komples Masjid Kauman. 1959 masuk Sekolah Persiapan (SP) IAIN Yogyakarta (SLTA) dan melanjutkan ke IAIN Yogyakarta hingga meraih sarjana 1965.