Dari kiri ke kanan
1. Fajar Usman, S.Si., M.Si. : Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM
2. Prof. Dr. Tirta Nugraha Mursitama Ph.D. : Deputi Bidang Kerjasama, Penanaman Modal, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM
3. Syahda Guruh Langkah Samudera S.H., M.H. : Direktur Hukum dan Perjanjian Ekonomi, Kementerian Luar Negeri
4. Dr. Agus Haryanto, M. Si, Ketua Umum AIHII
PURWOKERTO – Indonesia menegaskan langkah strategisnya dalam memperkuat posisi di kancah investasi global. Melalui Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Prof. Dr. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., pemerintah mendorong peningkatan kapasitas negosiasi di bidang investasi lintas sektor, termasuk kalangan akademisi Hubungan Internasional (HI).
“Sudah ada diskusi dengan Pak Ketum AIHII dan beberapa rekan. Kami ingin mendorong terbentuknya pelatihan atau sertifikasi kompetensi negosiasi, khususnya terkait investasi,” ujar Prof. Tirta saat menjadi pembicara dalam Forum Konsultasi Publik Konvensi Nasional Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) ke-16 di Hotel Aston Purwokerto, Rabu (29/10/2025).
Ia menilai, tantangan global saat ini menuntut para lulusan HI agar lebih adaptif terhadap kebutuhan dunia kerja yang dinamis, baik di sektor publik maupun swasta. “Kita perlu melahirkan lulusan yang relevan dan tidak menambah angka pengangguran terdidik,” tegasnya.
Dua Capaian Strategis Indonesia di Kancah Global
Dalam sesi Stadium Generale Forum Konsultasi Publik AIHII, Prof. Tirta juga memaparkan dua capaian besar Indonesia dalam diplomasi ekonomi internasional tahun ini.
“Yang pertama, telah disetujuinya secara substansi Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Ini membuka akses ke pasar sekitar 700 juta jiwa dan potensi investasi global senilai Rp11.000 triliun,” ungkapnya.
Selain itu, Indonesia juga menandatangani Indonesia–Canada CEPA yang dinilai sebagai langkah strategis dalam diversifikasi pasar global. “Kalau Uni Eropa memberi kita akses ke 27 negara, maka Kanada memberi peluang besar di Amerika Utara. Ini penting untuk menjaga keseimbangan perdagangan dan investasi di tengah dinamika global,” lanjutnya.
Menurut Prof. Tirta, capaian tersebut menjadi bukti konkret upaya pemerintah memperluas jejaring investasi sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam negosiasi internasional, terutama ketika menghadapi tekanan unilateral dari mitra besar seperti Amerika Serikat.
“Saat ini kita sedang dalam proses negosiasi perjanjian tarif timbal balik dengan Amerika Serikat. Prosesnya panjang karena banyak sektor yang harus dikaji secara detail,” jelasnya.
Peluang Sinergi AIHII dan Kementerian Investasi
Prof. Tirta menilai Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) memiliki potensi besar untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang diplomasi ekonomi dan negosiasi investasi.
“Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) di Kementerian Investasi saat ini tengah melatih para birokrat daerah di DPMPTSP yang jumlahnya lebih dari 500 instansi di seluruh Indonesia. Banyak daerah masih membutuhkan pendampingan, terutama terkait tata ruang dan perizinan digital seperti RDTR dan sistem OSS,” jelasnya.
Ia berharap AIHII dapat turut berkontribusi dalam memperkuat kompetensi tersebut melalui pembentukan tim kerja yang menyusun modul pelatihan negosiasi investasi lintas sektor.
Relevansi Lulusan HI di Dunia Swasta
Sebagai akademisi Universitas Bina Nusantara (BINUS), Prof. Tirta juga menyoroti perlunya penyesuaian kurikulum HI agar tidak terbatas pada jalur karier pemerintahan.
“Lulusan HI juga harus mampu berkiprah di sektor swasta, terutama dalam bidang government relations dan public affairs yang berkaitan langsung dengan kebijakan publik dan investasi,” katanya.
Ia menambahkan, banyak lulusan HI kini bekerja di perusahaan yang memiliki hubungan erat dengan pemerintah. “Artinya, dunia HI kini makin luas, menjembatani antara kepentingan ekonomi, keamanan, dan diplomasi,” ujarnya.
Diplomasi Investasi Butuh Dukungan Akademisi
Dalam forum yang juga dihadiri oleh Syahda Guruh Langkah Samudera, S.H., M.H., Direktur Hukum dan Perjanjian Ekonomi Kementerian Luar Negeri, ditekankan pentingnya sinergi antara akademisi dan birokrat dalam memperkuat diplomasi investasi Indonesia.
“Acara seperti ini menjembatani pemahaman antara dunia akademik dan birokrasi. Akademisi melihat dari sisi teori dan riset, sedangkan birokrat fokus pada implementasi. Ini ruang refleksi kebijakan yang konstruktif,” ujar Syahda.
Menutup paparannya, Prof. Tirta menegaskan bahwa penguatan diplomasi investasi bukan hanya soal negosiasi internasional, tetapi juga peningkatan kualitas SDM nasional.
“Kalau AIHII bisa ikut menyiapkan SDM berkompeten di bidang negosiasi investasi, maka ini bukan hanya kontribusi akademik, tapi juga wujud nyata dukungan terhadap pembangunan nasional,” pungkasnya.








