JAKARTA – Empat warga negara Indonesia yang terdiri dari dua mahasiswa kedokteran dan dua dokter spesialis resmi mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 187 ayat (4) dan Pasal 209 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Gugatan ini dilayangkan pada Rabu (13/8/2025) di Gedung MK, Jakarta.
Para pemohon berasal dari dua latar belakang berbeda: dua mahasiswa sarjana kedokteran dan dua dokter yang juga berprofesi sebagai dosen serta dekan.
Mereka diwakili oleh Tim Kuasa Hukum dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Nanang Sugiri, S.H. & Partners, yang terdiri dari Nanang Sugiri, S.H., Arunega Dikta Widyatmaka, S.H., Dhimas Pradana, S.H., M.H., Weda Kupita, S.H., M.H., dan Azam Prasojo Kadar, S.H.
Pasal yang digugat memberikan kewenangan baru bagi Rumah Sakit Pendidikan untuk menjadi penyelenggara utama pendidikan profesi bidang kesehatan, khususnya untuk program spesialis dan subspesialis (hospital based). Model ini berjalan bersamaan dengan sistem yang selama ini berlaku, yaitu university based yang dikelola oleh perguruan tinggi.
Menurut para pemohon, ketentuan tersebut berpotensi tumpang tindih peraturan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Kedua undang-undang tersebut menegaskan bahwa pendidikan spesialis dan subspesialis adalah bagian dari pendidikan tinggi yang menjadi kewenangan perguruan tinggi.
Dalil Kerugian Konstitusional
Dalam permohonannya, para pemohon memaparkan tiga kerugian konstituKonstitusion
1. Melanggar Prinsip Satu Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mewajibkan pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Kehadiran model hospital based tanpa harmonisasi regulasi dikhawatirkan memecah sistem yang ada.
2. Menimbulkan Ketidakpastian Hukum
Dualisme penyelenggaraan pendidikan spesialis berpotensi menciptakan benturan tata kelola, perbedaan standar mutu lulusan, dan kebingungan bagi calon peserta.
3. Ketidakadilan dan Konflik Kepentingan
Perbedaan biaya pendidikan menjadi sorotan. Jalur university based dinilai memiliki biaya tinggi, sedangkan *hospital based* disebut lebih murah atau bahkan gratis. Hal ini dinilai dapat memicu ketimpangan dan kecemburuan di kalangan peserta.
“Melalui permohonan ini, kami berharap Mahkamah Konstitusi membatalkan atau setidaknya menafsirkan pasal tersebut agar tetap sejalan dengan konstitusi, menjamin kepastian hukum, dan menjaga integritas sistem pendidikan nasional,” ujar Nanang Sugiri, S.H., kuasa hukum para pemohon.
Berkas permohonan telah diterima oleh Bagian Penerimaan Berkas Mahkamah Konstitusi. Saat ini, para pihak tinggal menunggu penetapan nomor perkara dan jadwal sidang dari MK.