BANYUMAS – Fenomena meningkatnya kasus stroke di Banyumas belakangan ini menjadi perhatian serius kalangan medis. Bukan hanya menyerang kalangan lansia, kini penyakit mematikan tersebut juga mulai mengintai usia produktif.
Data lokal menunjukkan, beberapa pejabat dan mantan pejabat di Banyumas dikabarkan menderita stroke—mulai dari mantan bupati, kepala dinas kesehatan, hingga direktur rumah sakit. Lonjakan kasus ini mendorong RSUD Ajibarang menggelar Seminar Hari Stroke bertajuk “Stroke Bukan Akhir: Pencegahan, Rehabilitasi, dan Harapan”, Minggu (26/10/2025).
Acara yang dihelat di aula RSUD Ajibarang itu berlangsung penuh antusiasme. Puluhan dokter dan perawat dari berbagai puskesmas serta klinik di sekitar Ajibarang hadir untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang deteksi dan penanganan stroke.
Direktur RSUD Ajibarang sekaligus Spesialis Saraf, dr. Noegroho Harbani, M.Sc., Sp.S., menuturkan bahwa peringatan Hari Stroke Sedunia 29 Oktober ini menjadi momentum untuk meningkatkan kewaspadaan publik.
“Kami berpikir, orang-orang yang punya fasilitas saja bisa kena stroke, apalagi masyarakat awam. Di Banyumas, banyak pejabat kena stroke. Ini menunjukkan betapa seriusnya penyakit ini,” ujar dr. Noegroho.
Seminar tersebut menghadirkan dua pembicara inspiratif: dr. Noegroho Harbani sendiri dan Dr. dr. Abdul Gofir, M.D.c., Sp.N., Subsp., staf pengajar Neurologi Fakultas Kedokteran UGM sekaligus dokter di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Menariknya, keduanya merupakan penyintas stroke yang kini aktif berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada tenaga medis.
Dr. Gofir dikenal luas sebagai konsultan stroke sekaligus pengarang buku dan penemu obat untuk pasien pasca-stroke. Materi yang disampaikan keduanya menekankan pentingnya Golden Period—masa emas penanganan stroke di mana tindakan cepat dapat menyelamatkan nyawa dan mengurangi risiko cacat.
“Harapan kami, teman-teman di puskesmas punya kemampuan deteksi dini yang akurat, sehingga rujukan dan pengobatan bisa lebih tepat,” terang dr. Noegroho.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kelompok rawan stroke kini semakin meluas. Tak hanya perempuan pasca-menopause dan pria berusia di atas 50 tahun, tetapi juga usia produktif di bawah 50 tahun mulai banyak terjangkit.
“Dengan gaya hidup yang makin tidak sehat dan tingkat stres yang tinggi, stroke kini banyak menyerang usia produktif. Ini yang harus kita waspadai bersama,” tambahnya.
Salah satu peserta seminar, dr. Varista Rahmalia dari Puskesmas Purwojati, mengaku mendapatkan manfaat besar dari kegiatan tersebut.
“Sebagai dokter di puskesmas, kami sering menemui pasien dengan gejala stroke. Pengetahuan seperti ini sangat penting untuk penanganan cepat di lapangan,” ungkapnya.
Melalui seminar ini, RSUD Ajibarang berharap muncul gelombang kesadaran baru di kalangan tenaga medis dan masyarakat Banyumas. Pesan utamanya jelas: stroke bukan akhir, selama kita peka terhadap tanda-tandanya dan bertindak cepat.








