PURWOKERTO – Insiden tragis yang merenggut nyawa MA (17), seorang siswi SMK Negeri 3 Banyumas, saat terjatuh dari lantai 4 aula ballroom Universitas Terbuka (UT) Purwokerto menyisakan duka mendalam sekaligus tanda tanya besar tentang aspek keselamatan gedung yang belum sepenuhnya rampung.
Peristiwa yang terjadi menjelang peresmian gedung baru UT ini memantik sorotan berbagai pihak terhadap kelayakan dan pengamanan infrastruktur kampus. Diketahui, pagar pengaman di lokasi kejadian belum terpasang secara menyeluruh. Hal ini dinilai menjadi faktor krusial yang seharusnya bisa dicegah, jika ada langkah preventif berupa tanda peringatan atau larangan akses di area berbahaya.
“Ini hendaknya menjadi perhatian serius pihak UT dan panitia peresmian. Di area yang belum aman, perlu ada himbauan yang jelas dan mudah dipahami, agar tak membahayakan pengunjung,” ujar salah satu pengamat kebijakan publik Eddy Wahono
Ia menekankan, pemasangan rambu peringatan atau penutup akses di area rawan merupakan bentuk tanggung jawab moral sekaligus teknis, terutama dalam konteks acara publik.
Lebih lanjut, insiden ini memunculkan desakan agar dilakukan penyidikan mendalam oleh aparat penegak hukum. Ada dugaan kelalaian dari pihak-pihak terkait yang memungkinkan terjadinya kecelakaan fatal tersebut. Penyidikan diperlukan untuk menelusuri alur tanggung jawab mulai dari kontraktor pelaksana pembangunan hingga pengelola acara, termasuk kampus.
Tak hanya itu, karena Universitas Terbuka merupakan lembaga pendidikan tinggi yang mendapat pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), peran pemerintah pusat—dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—turut disorot. Evaluasi terhadap standar keselamatan dan kesiapan fasilitas gedung dinilai penting agar kejadian serupa tak terulang.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya Komisi V yang membidangi infrastruktur dan perhubungan, juga diharapkan turun tangan memonitor proyek-proyek pembangunan di lingkungan pendidikan tinggi, terutama yang menggunakan dana publik.
Insiden ini menjadi pengingat bahwa keselamatan bukan sekadar aspek teknis, tetapi menyangkut nyawa manusia. Gedung megah tak akan berarti jika keselamatan pengunjung diabaikan.
Sementara itu Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi SAI) Purwokerto, Djoko Susanto, SH, menilai peristiwa tersebut tidak bisa anggap sebagai kecelakaan biasa. Ia menduga ada unsur kelalaian dari beberapa pihak.
“Pasalnya kasus tersebut diduga ada sebuah kelalaian, baik di pihak UT, panitia, maupun pihak pemborong,” kata Djoko, Jumat (1/8/2025) malam.
Djoko juga menegaskan pentingnya kehadiran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek RI) untuk turun langsung dalam menyikapi insiden yang terjadi di lingkungan kampus.
“Pemerintah dan penegak hukum harus hadir untuk menangani kasus ini,” ujarnya.