PURWOKERTO – Penanganan dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) hingga kini belum menemui titik terang. Kejelasan terkait kasus maupun sanksi terhadap terlapor masih menggantung, meskipun tim pemeriksa universitas telah memanggil pihak terlapor.
Tim 7 atau tim pemeriksa yang dibentuk Unsoed telah memanggil Prof. Ad, seorang guru besar yang menjadi terlapor dalam kasus ini. Pemeriksaan dilakukan pada akhir Juli 2025. Setelah itu, rencananya tim juga akan memanggil pelapor, seorang mahasiswi yang diduga menjadi korban, guna menggali informasi lebih lanjut dan mengonfirmasi laporan.
Namun hingga pertengahan Agustus 2025, pemanggilan pelapor belum juga dilakukan. Bahkan, beredar kabar bahwa pelapor tidak akan dimintai keterangan oleh tim pemeriksa dengan alasan tertentu.
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unsoed, Dr. Tri Wuryaningsih, M.Si., mengungkapkan bahwa sejak isu ini mencuat, pihaknya sudah memberikan pendampingan penuh terhadap pelapor. Satgas juga telah melakukan pemeriksaan internal dengan meminta keterangan dari korban.
“Kalau di Satgas, pemeriksaan sudah selesai,” kata Tri Wuryaningsih, Selasa (19/8/2025).
Hasil pemeriksaan Satgas tersebut kemudian diteruskan ke pihak universitas dan menjadi dasar bagi tim pemeriksa. Informasi itu juga akan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan lainnya untuk menemukan kebenaran. Namun, menurut Tri, tim pemeriksa kemungkinan besar tidak akan memanggil pelapor lagi.
“(Pelapor) nggak jadi diperiksa. Cukup menggunakan informasi dari pemeriksaan Satgas,” ujarnya.
Alasan tidak memeriksa ulang pelapor, kata Tri, adalah untuk menjaga kondisi psikis korban yang dinilai masih rentan. “Kondisi psikis korban tidak memungkinkan, dan tidak disarankan untuk diperiksa ulang,” tambahnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed yang baru, Prof. Dr. Slamet Rosyadi, S.Sos., M.Si., selaku anggota tim pemeriksa, membenarkan bahwa terlapor sudah diperiksa pada Rabu, 23 Juli 2025. Dalam pemeriksaan tersebut, tim juga menghadirkan Satgas untuk memastikan keterkaitan hasil pemeriksaan.
“Terlapor sudah diperiksa dan kami mendapatkan keterangan-keterangan darinya. Selanjutnya memang ada agenda untuk memanggil pelapor dengan didampingi pendamping,” kata Slamet.
Tim pemeriksa sendiri dibentuk melalui SK Rektor pada 6 Juni 2025, yang merupakan tindak lanjut dari surat Sesjen Kemdiktisaintek terkait penanganan dugaan pelanggaran disiplin PNS di lingkungan Unsoed. Pembentukan tim ini juga merujuk pada Permen No. 55 Tahun 2024 tentang Penanganan Tindak Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Hingga saat ini, proses penanganan kasus masih berjalan, sementara kepastian pemanggilan pelapor oleh tim pemeriksa menunggu keputusan lebih lanjut.
Mahasiswa Unsoed Gelar Aksi Nyalakan Lilin Soroti Lambannya Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Suasana hening menyelimuti depan Patung Kuda Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) pada Sabtu malam, pukul 19.00 WIB. Komunitas Bhinneka Ceria bersama mahasiswa Unsoed menggelar aksi simbolis menyalakan lilin sebagai bentuk keprihatinan terhadap lambatnya penanganan kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan seorang Guru Besar FISIP Unsoed.
Kasus yang telah lama bergulir tanpa kejelasan ini dinilai mencederai rasa keadilan bagi korban. Pihak kampus dianggap gagal menunjukkan sikap tegas dan transparan, serta belum memberikan sanksi nyata kepada terduga pelaku.
Kondisi tersebut memunculkan krisis kepercayaan terhadap institusi pendidikan sekaligus menambah beban psikologis bagi korban.
Dalam aksi ini, Bhinneka Ceria dan mahasiswa menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Penyelesaian kasus secara cepat dan transparan. Kampus diminta segera menuntaskan proses penyelidikan serta memberikan informasi terbuka kepada publik.
2. Sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seksual. Penjatuhan sanksi harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
3. Pertanggungjawaban tim pemeriksa. Pihak kampus didesak menjelaskan dasar hukum pembentukan tim pemeriksa dan meminta pertanggungjawaban dari ketujuh anggotanya atas progres kasus.
4. Perlindungan dan pemulihan korban. Kampus diminta memberikan jaminan perlindungan penuh serta fasilitas pemulihan yang layak bagi korban.
Selain menyalakan lilin, acara juga akan dilanjutkan dengan diskusi publik interaktif. Diskusi ini bertujuan meningkatkan kesadaran bersama tentang pentingnya penanganan kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan.
Aksi tersebut digelar sehari sebelum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai pengingat bahwa kemerdekaan sejati tidak akan pernah terwujud selama masih ada korban yang terabaikan dan keadilan yang belum ditegakkan.
“Partisipasi seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat sangat penting untuk mendorong terwujudnya kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual,” ujar Dandha Rismanda, selaku narahubung.