BANYUMAS – Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMP Negeri di Kabupaten Banyumas tahun 2025 memicu gelombang keluhan dari para wali murid. Sistem daring yang diterapkan dinilai tidak ramah pengguna dan kerap mengalami gangguan teknis, mulai dari kesulitan akses hingga perubahan aturan zonasi yang membingungkan.
Sejak pendaftaran tahap pertama dibuka — mencakup jalur afirmasi, domisili, dan mutasi — banyak orang tua siswa mengaku frustrasi. Alur pendaftaran yang berbelit dan tampilan sistem yang tidak intuitif menambah beban psikologis, terutama bagi keluarga yang tidak terbiasa dengan proses digital.
“Gangguan teknis terjadi justru di waktu-waktu krusial. Ini menunjukkan pengelolaan yang tidak becus dan berdampak langsung pada masyarakat, khususnya calon siswa dan orang tua mereka,” tegas Bejo Wijaya, Sekretaris Jaringan Forum Demokrasi (Fordem) Banyumas, Selasa (24/6/2025).
Bejo yang juga Wakil Ketua PC GP Ansor Banyumas menyebut sistem SPMB tahun ini jauh lebih rumit dibanding tahun sebelumnya. Ia menyayangkan tidak adanya simulasi atau sosialisasi yang cukup, sehingga masyarakat seperti dipaksa memahami sistem yang belum matang.
“Sekarang makin ribet. Orang tua semakin pusing dengan regulasi dan alur sistem yang tidak jelas,” ujarnya.
Fordem mendesak Dinas Pendidikan Banyumas bersama pengelola sistem untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Mereka menilai pembenahan bukan hanya soal teknis, tapi juga substansi kebijakan penerimaan siswa baru agar lebih berpihak kepada masyarakat.
Keluhan juga datang dari warga. Della Pribadi, wali murid dari Kelurahan Bobosan, Kecamatan Purwokerto Utara, kecewa karena anaknya tidak bisa mendaftar ke SMP Negeri 9 maupun SMP Negeri 6 Purwokerto. Padahal, secara jarak rumahnya sangat dekat dengan kedua sekolah tersebut.
“Ternyata hanya Kelurahan Sumampir yang masuk domisili utama SMP Negeri 9. Kami termasuk domisili sebaran, jadi tidak diprioritaskan. Padahal rumah kami dekat,” ujarnya.
Menurut Della, sistem zonasi baru yang membedakan “domisili utama” dan “domisili sebaran” sangat membingungkan. Ia juga membandingkan dengan sistem lama berbasis nilai ujian nasional yang menurutnya lebih adil dan mudah dimengerti.
“Sekarang aturannya ribet. Anak enggak bisa daftar sendiri, orang tua harus belajar banyak dulu. Ini menyulitkan, bikin emosi,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Banyumas yang juga Ketua Panitia SPMB, Sarno, membenarkan adanya gangguan pada sistem daring. Ia menyebut lonjakan akses yang sangat tinggi secara bersamaan menyebabkan server tidak stabil.
“Sistem sebenarnya sudah siap, hanya saja jumlah akun yang masuk bersamaan sangat tinggi,” katanya saat dikonfirmasi.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Dinas Pendidikan telah berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Banyumas. Sarno juga menyatakan pihaknya tengah mempertimbangkan perpanjangan waktu pendaftaran sebagai bentuk kompensasi.
“Kami akan perpanjang, tapi masih dihitung berapa lama server down. Waktu yang hilang akan kami ganti secara proporsional,” jelasnya.
Meski demikian, sejumlah pihak menilai solusi teknis saja tidak cukup. Jika tidak ada perbaikan menyeluruh, kekacauan SPMB berpotensi terulang di tahun-tahun berikutnya — dan terus mengorbankan hak siswa atas pendidikan yang adil dan setara.