PURWOKERTO — Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (FH Unsoed) menggelar Seminar Nasional bertajuk “RUU KUHAP: Solusi atau Masalah Baru dalam Penegakan Hukum di Indonesia” dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-44, pada Senin 16 Juni 2025.
Bertempat di Aula Justitia 3, acara yang berlangsung selama setengah hari ini menghadirkan sederet tokoh penting dari berbagai lini penegakan hukum nasional.
Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh di bidang hukum seperti Jaksa Agung RI Prof. Dr. H. ST. Burhanuddin, S.H., M.M., Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum, Anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (P) Dr. Rikwanto, S.H., M.Hum, serta Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. dan Dr. Hermawanto, S.H., M.H., yang merupakan akademisi dan praktisi alumni Unsoed.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia Seminar Nasional, Prof. Dr. Riris Ardhanariswari, S.H., M.H., menegaskan bahwa forum ini bukan sekadar diskusi akademik, tetapi sebuah upaya konkret untuk menggali arah reformasi hukum acara pidana yang lebih berkeadilan.
“Kita tidak hanya berkumpul, tetapi berdiskursus, mempertanyakan, dan mencoba merumuskan pandangan terhadap sebuah rancangan monumental yang akan menentukan arah penegakan hukum di negeri ini,” ujar Riris.
Seminar ini memunculkan ragam perspektif kritis terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini sedang dibahas di parlemen. Diskusi mengupas substansi RUU dengan sorotan terhadap hak-hak tersangka dan korban, efektivitas penegakan hukum, serta posisi kelembagaan dalam sistem peradilan pidana.
Rekomendasi Umum yang Ditekankan:
1. Paradigma Integralistik: RUU KUHAP harus berbasis pada sistem hukum yang menyeluruh dan tidak terkotak-kotak.
2. Due Process of Law: Jaminan terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa di semua tahapan proses hukum menjadi prinsip dasar.
3. Korban sebagai Subjek Hukum: Pengakuan normatif terhadap korban dengan hak partisipasi, perlindungan, dan pemulihan.
4. Partisipasi Publik: Keterlibatan aktif masyarakat sipil dan akademisi dalam proses legislasi harus dijamin.
5. Komitmen Implementasi: Penegakan hukum yang optimal membutuhkan pelatihan aparat, sinergi kelembagaan, dan infrastruktur digital yang merata.
Rekomendasi Substansial yang Krusial:
Wewenang Jaksa dalam supervisi dan penyidikan diperluas di luar pelanggaran HAM berat.
Penguatan posisi Advokat dengan jaminan akses terhadap dokumen perkara dan kebebasan mendampingi klien.
Penerapan Restorative Justice yang melibatkan masyarakat secara substantif dan terstruktur.
Pengawasan Putusan Pengadilan diperluas pada hukuman alternatif, seperti kerja sosial dan denda.
Perlakuan Bukti Elektronik diatur menyeluruh, termasuk hak untuk dilupakan dalam kasus kesusilaan.
Penahanan Dibatasi Secara Ketat sesuai prinsip ultimum remedium dan hanya dalam kondisi mendesak.
Peradilan Koneksitas sebagai solusi integratif antara sipil dan militer.
Penguatan Pra Peradilan sebagai mekanisme kontrol atas tindakan penyidik dan penuntut umum, serta batas waktu penetapan tersangka.
Seminar ini menegaskan bahwa revisi KUHAP adalah momentum krusial untuk memperkuat sistem hukum yang adil dan berpihak pada hak asasi manusia.
“RUU KUHAP adalah langkah penting menuju sistem hukum pidana yang lebih modern dan humanis. Melalui forum ini, kami berharap suara kampus bisa turut membentuk wajah hukum masa depan Indonesia,” ujar Prof. Hibnu Nugroho dalam sesi akhir seminar.
Kegiatan ini menjadi bagian dari kontribusi akademik FH Unsoed dalam pembaruan hukum nasional, sekaligus menandai eksistensinya selama 44 tahun sebagai institusi pendidikan hukum terdepan di Indonesia.