Oleh: Salsabila Hasna Huwaida, Direktur Advokasi Tribhata
Suarabanyumas.co.id – Regulasi yang bertentangan dengan asas hukum berpotensi menimbulkan dampak negatif yang berlapis. Pertama, munculnya komplain publik yang dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. Regulasi yang dianggap tergesa-gesa, tidak transparan, atau sarat kepentingan justru bisa menggerus legitimasi pemerintah di mata rakyat.
Kedua, gejolak politik lokal bisa semakin memanas. DPRD dan eksekutif berisiko menjadi sasaran kritik masyarakat yang menuntut penghapusan atau revisi Peraturan Bupati (Perbup), dengan menggunakan legitimasi publik serta prosedur formal sebagai dasar perlawanan.
Ketiga, terdapat implikasi serius terhadap anggaran. Apabila tunjangan yang diatur berlaku surut, risiko membengkaknya belanja daerah menjadi tak terhindarkan. Kondisi ini dapat mengorbankan program lain, bahkan berpotensi menimbulkan defisit anggaran.
Melihat potensi masalah tersebut, perlu ditempuh jalan tengah yang tuntas dan berkeadilan agar ketegangan hukum dan politik tidak semakin tajam. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
1. Evaluasi yuridis regulasi. Pemerintah Kabupaten Banyumas perlu menelaah secara hukum Perbup No. 9 Tahun 2024, terutama terkait aspek retroaktivitas, serta mempertimbangkan revisi atau pembatalan bagian yang menimbulkan ketidakpastian hukum.
2. Dialog transparan. Pembentukan tim kajian harus dibarengi dengan dialog terbuka sebagai wujud penerapan prinsip good governance, sekaligus menjaga kepercayaan publik.
3. Sosialisasi dan komunikasi publik. Pemerintah daerah perlu menjelaskan dasar hukum, pertimbangan anggaran, dan manfaat kebijakan ini kepada masyarakat. Transparansi semacam ini penting agar publik memahami alasan, termasuk jika kebijakan diberlakukan surut.
4. Audit anggaran dan dampak keuangan. Audit independen diperlukan untuk menilai implikasi keuangan dari pemberlakuan tunjangan sejak Januari 2024. Hal ini penting untuk memastikan bahwa anggaran mencukupi dan tidak menimbulkan risiko kerugian negara.
Polemik Perbup No. 9 Tahun 2024 mencerminkan tantangan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya di Banyumas: bagaimana memastikan keputusan tetap sah secara hukum, adil dari sisi anggaran, serta akuntabel secara politik. Hukum tanpa legitimasi politik berpotensi menjadi alat otoritarianisme lokal, sementara politik tanpa kepastian hukum bisa melahirkan kekacauan institusional dan ketidakpercayaan publik.
Karena itu, pemerintah daerah sebaiknya mengambil langkah yang sesuai standar hukum administrasi dan prinsip good governance: terbuka, transparan, serta berani merevisi atau membatalkan regulasi yang keliru sejak awal. Dengan demikian, Banyumas dapat menjadi contoh bahwa regulasi publik bukan sekadar “aturan yang diberlakukan”, melainkan wujud nyata dari keadilan, transparansi, dan tanggung jawab terhadap masyarakat.