PURWOKERTO – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Dakwah Komisariat Walisongo Cabang Purwokerto menyampaikan sikap terkait polemik uji kompetensi dokter yang ramai diperbincangkan di media sosial, serta program pemerintah dalam pemenuhan target 150 ribu dokter.
Muhammad Subhan, Ketua PMII Rayon Dakwah Purwokerto, menyatakan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Ia menekankan bahwa mahasiswa kedokteran tidak boleh menjadi korban dari regulasi yang tumpang tindih. “Kami berharap adanya solusi yang berpijak pada konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam penyelesaiannya,” ujarnya, Sabtu (16/8).
Menurut Subhan, pernyataan ini juga merupakan bentuk solidaritas sesama mahasiswa dalam mendukung pemerintah terkait program pemenuhan 150 ribu dokter. Namun, ia menilai kegaduhan yang terjadi justru dipicu oleh tumpang tindih regulasi antara UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Tumpang tindih aturan tersebut menjadi pemicu kegaduhan,,” tegasnya.
Subhan juga menanggapi peran rumah sakit yang saat ini cenderung berubah fungsi. Dari fungsi pelayanan menjadi fungsi pendidikan.
Fenomena ini harus segera diselesaikan dengan mengembalikan peran masing-masing. Perguruan tinggi sebagai petan pendidikan, sehingga pelayanan masyarakat menjadi fokus rumah sakit.
Untuk menjaga kualitas dokter, Perguruan tinggi juga haris meningkatkan kualitas para lulusannya.
Menanggapi pernyataan anggota DPR RI Irma Suryani terkait kebutuhan dokter di Indonesia timur yang masih kurang, pemerintah juga harus mengambil langkah tepat.
Pemerataan penyelenggaraan pendidikan tinggi maupun pelayanan kesehatan melalui pembangunan rumah sakit juga dilakukan secara merata oleh pemerintah.
Lebih lanjut, ia menilai program pemerintah yang bertujuan mempermudah akses pelayanan kesehatan masih belum menjawab kebutuhan masyarakat.
Fakta kekurangan dokter di wilayah timur Indonesia menurutnya merupakan hal nyata yang harus segera diselesaikan melalui pemerataan tenaga medis.
PMII Rayon Dakwah juga menegaskan pentingnya menjaga fungsi rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan. “Rumah sakit seharusnya tetap berfungsi sebagai service oriented, bukan academic oriented, karena hakikatnya rumah sakit adalah tempat pelayanan,” jelas Subhan.
Ia menutup pernyataannya dengan menilai bahwa pemerintah belum sepenuhnya siap dalam menjalankan Undang-Undang tentang Kesehatan. “Kebijakan yang ada masih jauh dari harapan dan belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.