PURWOKERTO – Dalam suasana penuh khidmat di lapangan tenis Pengadilan Negeri Purwokerto, prosesi pelepasan Calon Hakim (Cakim) berlangsung dengan penuh haru, hikmat sekaligus membanggakan. Satu per satu, para calon abdi hukum ini menjalani tradisi siraman sebagai simbol penyucian diri dan pelepasan menuju medan pengabdian yang baru.
Sebanyak sembilan calon hakim berbaris rapi di luar lapangan dengan urutan yang telah ditentukan, para Cakim menunggu giliran untuk memasuki arena. Di barisan terdepan berdiri Mas Agung Aji, menjadi pembuka langkah prosesi yang disusun secara sakral.
Diiringi lantunan lagu Kebo Giro, para Cakim memasuki lapangan dan berlutut di tempat masing-masing. Dalam suasana sunyi yang hanya diisi suara gamelan, Mas Agung Aji membacakan narasi penuh makna.
Hari ini, langit seolah menunduk. Anginpun berjalan pelan, seakan ikut menghantarkan langkah seorang anak bangsa yang akan memulai perjalanan suci, menjadi penjaga keadilan.
Prosesi siraman dimulai. Ketua Pengadilan Negeri Edy Daulatta Sembiring memasuki lapangan dan menyiramkan air satu per satu kepada para Cakim.
Bukan sekadar air, tapi lambang restu, doa, dan pengingat akan beratnya amanah sebagai penegak keadilan. Narasi menyayat hati yang dibacakan Mas Agung mengalir bersama air, menembus relung nurani siapa pun yang mendengar.
“Siraman ini bukan hanya prosesi adat, ini adalah peristiwa batin – penyucian diri dari ego dan ambisi – agar yang tersisa hanya hati yang jernih dan siap mengabdi…” ungkap Edy Daulatta.
Usai siraman, suasana berubah menjadi lebih nasionalistis. Lagu Padamu Negeri berkumandang menggantikan gamelan. Satu per satu, para Cakim dipanggil untuk mencium bendera Merah Putih dan Bendera Mahkamah Agung—sebagai simbol kesetiaan pada bangsa dan tanggung jawab terhadap jabatan.
“Tegakkan hukum, tapi jangan hilangkan kasih… Di akhir perjalanan, bukan hanya negara yang akan menilai, tapi juga suara hatimu sendiri,” ujar Mas Agung dalam narasi pamungkasnya.
Dengan langkah perlahan, Mas Agung Aji kembali ke barisan, diikuti para Cakim yang kini bukan lagi hanya calon, tapi telah bersiap menjadi pengayom keadilan bagi masyarakat di tempat tugas yang baru.
“Kami tak akan pernah mengucapkan selamat berpisah. Kami hanya berkata: sampai bertemu lagi. Terima kasih atas semua yang telah Bapak Ibu berikan. Semoga selalu sukses dan amanah di tempat yang baru.”jelas Agung.
Pelepasan ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah peringatan bahwa profesi hakim bukan tempat mencari kuasa, melainkan jalan sunyi yang penuh tanggung jawab moral dan spiritual. Dan di hari itu, Pengadilan Negeri Purwokerto telah melepas putra-putri terbaiknya—bukan hanya dengan doa, tetapi juga dengan air mata dan harapan besar.