PURWOKERTO – Jalan-jalan berlubang dan mengelupas di Kompleks Tirta Kembar, Purwokerto, kian hari kian mengkhawatirkan. Di sisi timur Rumah Makan Tepi Jalan dan depan Furama Resto, aspal retak-retak menganga, tak jarang menimbulkan bahaya bagi pengendara, termasuk anak-anak yang setiap hari berlatih di kolam renang milik Pemerintah Kabupaten Banyumas.
Menurut Suradi Al Karim, pengamat hukum pemerintahan daerah Banyumas, kerusakan itu bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan sepenuhnya kewenangan PT Pumas Basata, pengembang kawasan tersebut.
“Banyak orang mengira itu jalan umum yang bisa diperbaiki pakai APBD. Padahal statusnya jelas, itu Jalan Khusus di atas tanah milik badan hukum, tanggung jawabnya ya di tangan mereka,” ujar Suradi, Jumat (7/6).
Suradi menyebutkan, berdasarkan UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006, jalan-jalan seperti yang berada di Tirta Kembar, yang dibangun oleh pengembang dan dipakai untuk kepentingan sendiri maupun publik, dikategorikan sebagai Jalan Khusus.
“Artinya, ketika rusak, pemeliharaan dan penilikan adalah kewajiban penyelenggara, bukan pemerintah,” katanya.
Desakan untuk Rehabilitasi
Kerusakan jalan tersebut sudah lama dikeluhkan warga dan pengguna fasilitas umum di kawasan itu. Suradi bahkan menyebut, kolam renang Tirta Kembar yang menjadi lokasi latihan cabang olahraga renang dan selam setiap harinya terancam tidak aman karena jalan rusak di sekitarnya.
“Ada atlet selam yang nyaris jatuh gara-gara lubang jalan. Orang tua mereka kemudian datang mengadu ke pemerintah daerah. Tapi mereka salah alamat. Yang harus ditekan itu pengembangnya,” kata Suradi.
Ia menambahkan, masyarakat memiliki hak konstitusional untuk melaporkan kerusakan infrastruktur yang membahayakan keselamatan umum.
“Kalau PT Pumas Basata tidak peduli, maka warga bisa menempuh jalur hukum, atau mendorong agar jalan itu diambil alih pemerintah kabupaten. Mekanismenya ada dalam Pasal 123 dan 124 PP 34 Tahun 2006,” ujar Suradi.
Tanggung Jawab Sosial yang Terabaikan
Menurut Suradi, ketidakpedulian PT Pumas Basata terhadap kondisi jalan yang mereka bangun adalah bentuk pengabaian terhadap etika bisnis dan tanggung jawab sosial. “Kalau mau disebut wirausahawan sejati, harusnya mereka peka terhadap lingkungan usahanya sendiri. Jangan sampai disebut hanya mau untung, tapi tak peduli fasilitas publik,” katanya tegas.
Ia menegaskan, jalan bukan sekadar sarana lalu lintas, melainkan bagian dari infrastruktur dasar yang memengaruhi produktivitas dan kenyamanan hidup warga kota.
“Pemerintah daerah hanya bisa mengurus jalan kabupaten, provinsi, dan desa. Sementara ini jalan bukan kewenangan mereka. Jadi kalau rusak, jangan salahkan Pemda,” lanjutnya.
Langkah Hukum Terbuka Lebar
Jika PT Pumas Basata tetap tak menggubris, Suradi menyarankan warga mendorong Pemkab Banyumas untuk mengambil alih jalan tersebut agar bisa dimasukkan dalam kategori Jalan Umum.
“Tapi itu pun tak bisa sembarangan. Harus ada usulan resmi dari pengembang dan disetujui lewat Perda. Sebelum itu terjadi, tanggung jawab perawatan tetap di PT Pumas Basata,” ucapnya.
Ia menutup dengan pengingat bahwa hukum ada untuk melayani manusia, bukan sebaliknya. “Pembangunan tanpa empati adalah nihil. Jangan tunggu korban jatuh baru bergerak. Karena jalan itu bukan sekadar aspal dan batu, tapi juga cermin etika publik pengelolanya.”