PURWOKERTO – Pemerintah Kabupaten Banyumas resmi menunda pelaksanaan Festival Lampion Sky Lantern Serenade yang semula dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 6 September 2025, di Kota Purwokerto.
Keputusan penundaan disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas, Agus Suruhedi, mewakili Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Penundaan dilakukan atas arahan Menteri Dalam Negeri dan hasil kesepakatan Forkopimda guna menjaga stabilitas dan situasi kondusif di wilayah Banyumas.
“Kegiatan Festival Lampion Sky Lantern Serenade yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 6 September 2025 ditunda pelaksanaannya sampai ada pemberitahuan lebih lanjut,” ujar Agus melalui akun TikTok resmi @SkyLanternSerenade.
Pemerintah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, penyelenggara, dan seluruh pihak yang telah mendukung rencana penyelenggaraan festival tersebut.
“Mudah-mudahan keputusan ini dapat dimaklumi oleh semua pihak,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada jadwal baru yang ditetapkan untuk pelaksanaan festival yang sebelumnya digadang-gadang sebagai salah satu atraksi wisata budaya unggulan di Purwokerto.
Keluhan Publik dan Potensi Gugatan Hukum
Penundaan mendadak memicu kekecewaan dari sejumlah calon peserta, terutama mereka yang telah memesan akomodasi dan transportasi. Keluhan membanjiri kolom komentar media sosial penyelenggara.
“Gimana ini, sudah booking hotel dan tiket. Saya dari Jakarta, terus gimana, Min?” tulis akun @nunung_ucu.
“Dadakan banget, woi! 😭 Udah booking tiket dan hotelnya. Please, kenapa nggak dari kemarin sih?” keluh akun @imenk.
Salah satu peserta asal Bandung, Mawar, bahkan melaporkan kerugian yang dialaminya ke Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto.
Ketua Peradi SAI Purwokerto, H. Djoko Susanto, SH, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan somasi terbuka kepada penyelenggara.
“Peserta sudah mengeluarkan biaya tiket pulang-pergi dua orang sebesar Rp2.500.000, akomodasi hotel tiga hari Rp1.500.000, dan tiket festival Rp165.000. Total kerugian mencapai Rp4.165.000,” jelas Djoko.
Ia menegaskan bahwa permintaan maaf tidak cukup, dan penyelenggara harus bertanggung jawab secara hukum atas dampak penundaan tersebut.