PURWOKERTO – Menyikapi ramainya polemik di masyarakat terkait tunjangan yang diterima anggota DPRD berupa kenaikan tunjangan Perumahan dan transportasi yang dinilai tidak wajar, Tribhata Banyumas Nanang Sugiri mendorong agar pihak eksekutif atau bupati untuk segera bersikap responsif.
Hal itu dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap Perbup No 9 Tahun 2024 Tentang perubahan kelima atas Peraturan Daerah (Perda) Banyumas Nomer 66 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Kabupaten Banyumas.
“Walapun Perbub tersebut diterbitkan tahun 2024, namun secara Ex Officio jabatan bupati melekat. Sehingga kepala daerah saat ini secara undang-undang juga memiliki wesenang untuk melakukan evaluasi, ” ungkap nya.
Perbup Nomer 9 Tahun 2024, merupakan aturan pelaksanaan terhadap perda Nomor 66 Tahun 2017.
Jika membaca Perbup no 9 Tahun 2024 yang mestinya juga sudah dilaksanakan, berkaitan dengan kenaikan besaran tunjangan perumahan dan transportasi Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Banyumas, pada prinsipnya harus mengacu pada azas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan standar harga setempat.
Dalam pembuatan Perbup no 9 tahun 2024 Nanang menyoroti pada hal hal yang berkaitan dengan apakah Perbup tersebut tidak bertentangan dengan peraturan peraturan yang lebih tinggi, seperti Peraturan Pemerintah, Permendagri, dan UU lain yang terkait.
Kemudian berkaitan dengan penentuan besaran, klayakan harus mengacu pada 4 szas tersebut diatas, apakah sudah dilakukan mekanisme dan kajian terhadap angka kenaikannya oleh pihak yang berkompeten menurut Undang-Undang yang berhak melakukan penilaian atau apraisal terhadap angka kenaikan tersebut. Dan dijadikan dalam salah satu pertimbangan dalam Perbup no 9 2024 tersebut.
Menurut Nanang, Hal itu penting dilakukan, agar angka kenaikan itu sendiri bukan ditentukan secara sepihak.
Sementara itu berbicara mengenai perbup jika ditemukan adanya pertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maupun pertentangan dengan 4 azas dan norma kepentingan umum, maka pimpinan atau kepala daerah harus segera lakukan evaluasi.
Sikap diam dan tak mau melakukan evaluasi jangan sampai diartikan sebagai sikap kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh penguasa.
Terlebih diartikan atau dikaitkan dengan suatu perbuatan melawan hukum. Baik melawan hukum 4 azas dan bertentangan dengan norma kepentingan umum. Ataupun melawan hukum yang berdampak pada kerugian negara.
Perbup no 9 tahun 2024 akan tetap sah berlaku sebagai aturan pelaksanaan Perda No 66 tahun 2017 sepanjang tidak dilakukan evaluasi atau perubahan oleh kepala daerah secara Ex Officio, namun Berdasarkan Putusan MK no 137/ PUU- XII/ 2015 dan putusan MK No 56 / PUU- XIV/2016 dapat dilakukan mekanisme pembatalan Perbup tersebut melalui Judicial Review oleh Mahkamah Agung.
Artinya jika ada Perbup yang bertentangan dengan aturan diatasnya, ataupun secara substansi melanggar kepentingan umum maka dapat di batalkan melalui MA.
Judicial Review tersebut dapat diajukan oleh WNI perorangan, dan badan hukum, kesatuan masyarakat hukum adat, maupun badan hukum publik, hal ini perlu disuarakan dan disampaikan kepada masyarakat, sebagai bentuk kontrol sosial, agar dilakukan evaluasi dan kajian ulang terhadap perbup tersebut.