BANYUMAS – Polemik kepemilikan lahan yang melibatkan Kantor Desa Karangbawang dan SD Negeri 1 Karangbawang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas kembali mengemuka. Ahli waris almarhum Watim Al Wiryasengaja atau H. Romli, pada Senin (27/10/2025), memasang spanduk tuntutan hak kepemilikan tanah di lokasi tersebut. Namun tak lama berselang, spanduk itu langsung dicopot oleh pihak komite sekolah.
Spanduk yang sempat terbentang di area kantor desa dan sekolah itu memuat tuntutan agar “tanah adat rakyat” dikembalikan kepada keluarga yang mengklaim sebagai pemilik sah.
Kuasa hukum ahli waris, H. Djoko Susanto, SH, menegaskan bahwa aksi pemasangan spanduk dilakukan sebagai bentuk protes terhadap sikap pemerintah desa dan pihak sekolah yang dianggap mengabaikan hak kepemilikan keluarga almarhum.
“Ahli waris memasang spanduk tanpa perlu izin dari kantor desa atau kepala sekolah. Karena mereka pun menempati tanah itu tanpa izin dari pemilik sah,” ujar Djoko.
Menurut Djoko, tindakan pencopotan spanduk oleh pihak komite sekolah justru menunjukkan sikap yang tidak menghormati proses hukum.
“Sebagai lembaga pendidikan, seharusnya memberi contoh yang baik. Bagaimana anak-anak bisa belajar menghormati hukum jika sekolah berdiri di atas tanah sengketa?” tegasnya.
Status Tanah Belum Jelas
Sengketa yang kini mencuat kembali itu mencakup lahan seluas sekitar 1.600 meter persegi, yang sejak era 1950-an digunakan sebagai lokasi SDN 1 Karangbawang. Namun keluarga H. Romli mengklaim bahwa tanah tersebut tidak pernah diserahkan secara resmi, baik melalui jual beli maupun hibah, kepada pemerintah desa atau pihak sekolah.
Sayono, keponakan almarhum H. Romli sekaligus salah satu ahli waris, menjelaskan bahwa dulunya sempat muncul wacana tukar guling dengan tanah milik Banda Desa Karangbawang, tetapi proses tersebut tidak pernah ditindaklanjuti secara hukum.
“Katanya ditukar guling. Tapi tanah Banda Desa sampai sekarang tetap milik desa. Sertifikat kami juga tidak pernah berubah, jadi statusnya masih tetap atas nama keluarga,” tutur Sayono.
Pihak keluarga menyebut, mereka mulai mempertanyakan status lahan sejak 1990-an, ketika muncul upaya penerbitan sertifikat atas nama pihak lain. Hingga kini, mereka masih menunggu kejelasan dari pemerintah desa maupun instansi terkait.
Sementara itu, pihak Desa Karangbawang dan SDN 1 Karangbawang belum memberikan tanggapan resmi atas pencopotan spanduk maupun langkah hukum yang ditempuh ahli waris.
Ahli waris menyatakan akan terus menempuh jalur hukum untuk memperoleh kepastian status kepemilikan tanah yang selama puluhan tahun menjadi sumber sengketa.








