WONOSOBO – Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) melalui Tim Pengabdian Masyarakat menghadirkan inovasi teknologi tepat guna berupa mesin pengaduk ergonomis untuk membantu petani dan pelaku usaha olahan dodol salak di Desa Kupangan, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Program ini berlangsung pada 2, 10, dan 21 Agustus 2025, dengan dukungan pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DPPM) Kemendiktisaintek. Tim UMP yang terlibat terdiri dari tiga dosen, yakni Ratna Kartika Wati, S.H., M.Hum., Ph.D., Hengky Widhiandono, S.E., M.Si., Ph.D., serta Siti Zulaehah, S.Si., M.Eng.
Ratna Kartika Wati menjelaskan, kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan produktivitas petani salak sekaligus memperkuat kapasitas usaha melalui diversifikasi produk.
“Petani salak sering merugi saat panen raya karena harga anjlok. Di sisi lain, pengrajin dodol ketan di desa ini juga berkurang akibat penjualan yang menurun. Karena itu, kami dorong lahirnya inovasi dodol salak agar salak punya nilai tambah,” ujarnya.
Menurut Ratna, Desa Kupangan memiliki potensi besar di sektor perkebunan, terutama salak. Namun, pengelolaannya belum optimal. Untuk itu, tim UMP mendampingi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sari Salak dengan berbagai program, mulai dari akses permodalan yang sehat, pembenahan produk dan strategi pemasaran berbasis digital, hingga pendampingan sertifikasi halal dan PIRT.
Selain mesin pengaduk dodol salak, hibah juga diberikan berupa satu unit mesin gerinda kopi dan satu mesin pemarut kelapa untuk mendukung usaha produktif warga.
Slamet, salah satu petani setempat, merasakan langsung manfaat pendampingan UMP.
“Setiap panen raya, harga salak sangat rendah sehingga kami rugi. Dengan adanya inovasi dodol salak, produk kami jadi punya pasar baru. Kami juga dibimbing mengemas produk, memasarkan lewat media sosial, bahkan diajari menggunakan QRIS untuk transaksi,” ungkapnya.
Hasil program menunjukkan dampak signifikan. Sebanyak 95 persen anggota KWT Sari Salak kini terampil membuat dodol salak dengan kualitas lebih baik, 85 persen mampu mengolah limbah salak menjadi kopi dan teh, serta seluruh anggota mulai aktif menggunakan platform digital seperti Instagram, YouTube, dan Shopee untuk penjualan.
Dengan adanya inovasi ini, dodol salak dari Desa Kupangan diharapkan menjadi ikon baru oleh-oleh khas Wonosobo sekaligus solusi peningkatan kesejahteraan petani.