JAKARTA – Polemik macetnya setoran dana BUMDESMA Jatilawang, Kabupaten Banyumas, kini resmi masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dana sebesar Rp2,7 miliar yang seharusnya bergulir untuk pemberdayaan desa diduga diselewengkan, menyeret sejumlah nama hingga ke tingkat pejabat daerah.
Mantan Direktur BUMDESMA Jatimakmur Jatilawang, Venti Kristiani, dipanggil penyidik KPK di Jakarta, Kamis (24/9/2025). Pemanggilan itu dibenarkan kuasa hukumnya, Djoko Susanto, SH.
“Benar, KPK sedang melakukan pengembangan kasus BUMDESMA Jatimakmur Jatilawang. Klien kami hadir sejak Rabu (23/9) untuk dimintai keterangan,” ujar Djoko.
Menurut Djoko, Venti tidak datang sendiri. Ia didampingi sejumlah pihak dari Jakarta yang memberikan dukungan penuh agar penyidikan kasus dana macet senilai miliaran rupiah itu bisa tuntas.
“Alhamdulillah, KPK kini memberikan perhatian serius. Banyak pihak juga mendorong agar siapa pun yang menyalahgunakan dana ini segera diproses hukum,” tambahnya.
Djoko menegaskan kliennya telah menjalankan tugas sesuai standar operasional dan AD/ART BUMDESMA. Namun, ada indikasi upaya intimidasi dari pihak tertentu, bahkan disebut-sebut melibatkan pejabat tinggi di Banyumas. Mereka diduga menjanjikan bisa melunasi macetnya setoran SPP di 10 desa di Kecamatan Jatilawang.
Laporan resmi terkait dugaan tindak pidana korupsi (TPK) itu pun sudah diterima KPK dengan nomor Informasi: 2025-A-03628, tertanggal 24 September 2025. Dalam laporan, tercantum dugaan keterlibatan oknum DPRD Banyumas bersama ketua kelompok berinisial FA.
“Kami juga melampirkan data terbaru soal aliran dana yang diduga disalahgunakan. Itu semua kini ada di tangan KPK,” jelas Djoko.
Seorang pejabat KPK yang enggan disebutkan namanya mengingatkan kepala desa serta pengelola BUMDESMA agar berhati-hati dalam mengelola dana desa.
“Jika dana BUMDES tidak digunakan semestinya hingga macet, jelas akan menimbulkan masalah hukum dan merugikan desa. Beberapa waktu lalu kasus serupa juga terjadi di Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang,” ujarnya.
KPK menegaskan, dana desa mestinya dikelola sesuai aturan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “BUMDES adalah instrumen pemberdayaan, bukan bancakan oknum,” tegas pejabat itu.